“A Miracle Is Another Name Of An
Effert”
“Gieogi
meomuldagan geu jarie.. Son kkeute namain-neun ongiedo, jebal nal bwa.. Da
neorasseo, niga eopda..”
“In that space where memories
linger.. Still as warm on my fingertips, please look at me.. You make my life
so completely, you change all my life so totaly.. But when some miracles come
to me, you’re gone.. Gone..”
Tiupan angin menyapu lembut
wajahku, menghapus ribuan jeritan di dalam hatiku. Seiring air hujan yang
berjalan mendekatiku, memberanikan dirinya untuk menyapaku lebih jauh lagi.
Tersentak relung hatiku untuk menyambutnya, segera ku langkahkan kedua kakiku
menjauhi genangan air yang memenuhi jalanan kota pagi ini. Segera aku memasuki
sebuah gubuk sederhana dengan piano di dalamnya. Sejenak aku terduduk merenung
meratapi piano yang tengah berdiri di depanku, seketika beberapa memori kembali
teringat dalam fikiranku. Kenangan itu mulai merasuki fikiranku lagi dan lagi,
tanpa bisa mencegah air mata ini keluar dari pelupuk mataku.
“Ahh..
Raffa..” bibir ini tak dapat berhenti berucap. Tanpa sadar jariku memainkan
sebuah alunan melody yang indah, penuh dengan rytme yang teratur dan harmoni.
River Flows In You.
Kala itu.. Sesosok laki-laki yang memberanikan diri untuk
menolongku dari puluhan orang-orang yang dengan senangnya mengolok dan mencaci
diriku. Ya, dia laki-laki yang membuatku jatuh hati, hingga merubah hidupku
menjadi seperti ini sampai sekarang. Aku hanyalah gadis cacat yang tak bisa
bangkit dari kenyataan setelah kecelakaan itu menimpa aku dan sahabatku,
Cherly. Sahabat? Bahkan dia menghilang ketika aku lari dari kenyataan.
“Kini
kau bisa apa? Kau hanya bisa diam, duduk dan menikmati sisa waktumu dilayani
seorang pelayan.. Bahkan kau tak dapat lagi bersenang-senang..” Salah satu
kata-kata menyakitkan yang ku terima dari sahabatku sendiri. Keadaan yang ku
fikir gelap dan tanpa arah, seketika menjadi terang. Terlihat secercah harapan
muncul dari sana. Ayah mengirimku ke kursus musik untuk orang-orang cacat dan
tuna netra sepertiku. Bahkan tak ada lagi sekolah, tak ada lagi juara satu, dan
tak ada lagi seorang pianist ataupun pemain biola dihidupku. Namun, sesuatu
terjadi kepadaku.
“Pak
Hans, siapa yang memainkan lagu seindah itu?” tanyaku pada guru yang mengajarku
selama ini, sembari aku meraba sekitarku.
“Namanya
Raffa.. Penderita gagal jantung yang telah divonis dokter akan meninggal dalam
waktu dekat ini..” Jawab Pak Hans dengan pelan namun tepat di telingaku.
“Lalu?
Untuk apa ia bersusah payah belajar? Mengapa tak ia habiskan sisa hidupnya
untuk berbaring sama sepertiku?” Desakku pada Pak Hans penasaran. Bukannya
menjawab pertanyaanku, Pak Hans malah pergi meninggalkanku di ruangan ini
sendirian. Tidak, mungkin bersama laki-laki itu. Dentuman piano terus-menerus
terdengar, sungguh indah. Namun bukan aku yang memainkannya, aku sudah tidak
ingin bermain atau melakukan hal apapun lagi. Tak ada gunanya.
“Bisakah
kau diam?!” Gertakku kepada siapa saja yang ada di ruangan ini.
Syut..
Aku merasa sebuah tangan menggenggam tanganku.
“Tak
seharusnya kau patah semangat. Talentamu, tak termiliki oleh siapapun. Kau
menyia-nyiakannya untuk hal yang hanya membuat dirimu merugi. Lihatlah dan
rasakan dengan hatimu, banyak orang-orang diluar sana yang tak seberuntung
dirimu..” Ucap laki-laki ini panjang lebar, kemudian ia pergi.
1 hari, 2 hari, 3 hari, bahkan seminggu sudah ia selalu
mengucapkan beberapa patah kata kepadaku seusai ia berlatih. Aku tak mengerti,
aku telah menjelaskan semuanya kepada laki-laki itu jika keadaanku kini
hanyalah bencana. Tak berguna dan hanya kesia-siaan yang aku akan dapatkan. Apa
yang dapat dilakukan gadis seusiaku yang harusnya tengah belajar di bangku SMA,
bukan malah di yayasan penderita
cacat?
“Aku ingin kau
memainkan lagu ini, dan bernyanyi..” Laki-laki itu datang lagi, kali ini ia duduk
di sampingku memainkan sebuah lagu dan aku disuruhnya untuk bernyanyi.
“When tears fall, even my smallest cherished memories don’t know
what to do.. Because it hurt so much, I’m promised to let each other go.. But
whenever I’m not sure I can do it, please let me hear at least your breath..
And I feel, a miracle is another name of an effert..” Hatiku mengikuti alunan
nadanya, seketika itu aku menteskan air mata. Bukan, ini bukanlah akhir dari
segalanya. Tubuhku boleh tak sempurna, namun hati dan jiwaku sungguh sempurna.
Aku perlahan meraba wajahnya, dan ia memelukku erat. Sangat erat sekali. Aku
sungguh nyaman dalam pelukan ini. Aku berbisik jika aku sangat nyama bila dia
ada. Namun, prangg!! “Raffa??!!” Teriakku.
Aku dan dia terjatuh, sebuah kotak berisikan
butir-butir batu terjatuh ke tanah. Orang-orang berdatangan menolong kami.
Setelah itu aku terpisah darinya, aku menunggunya terus-menerus bahkan berganti
minggu demi minggu namun ia tak kunjung datang. Hingga kini.
***
“Maaf nona Zeya jika mengganggu.. Besok hari selasa pagi, nona
diminta untuk datang ke sebuah seminar dan menjadi motivator di sana.. Dan
sorenya nona harus menghadiri pembukaan sekolah di salah satu kota, karena nona
adalah seorang motivator terbaik dan pendiri sekolah-sekolah untuk orang-orang
cacat serta orang-orang yang kurang pendidikannya..” Aku terkejut dari
lamunanku, dan segera untuk fokus.
“Maaf.. Aku hanya tak konsentrasi sedikit tadi.. Baiklah,
terimakasih banyak Pak..” Ucapku sembari tersenyum pada Pak Haikal, manajerku,
dan kembali menatap tuts-tuts piano di depanku ini.
Kini keajaiban telah merubah semuanya. Telah
merubah Zeya yang tadinya tenggelam dalam keterpurukan, terjatuh karena sebuah
cobaan hidup, dan padam dari terangnya sinar rembulan menjadi penuh dengan
warna-warni hidup. Seseorang yang telah berjasa mengubah seorang gadis tuna
netra dan lumpuh sepertiku menjadi gadis yang kuat serta normal kembali seperti
gadis diluaran sana. Membangkitkan darah semangat dalam jiwaku, dan merubah
tangisanku menjadi motivasi untuk orang-orang diluar sana.
“Raffa.. Satu kalimat yang tak akan pernah aku lupa sebelum kau
pergi meninggalkanku.. Keajaiban adalah nama lain dari kerja keras.. Semoga kau
tenang dipelukan Tuhan..” Tatapku haru pada foto yang bertengger diatas piano.
Namun penyesalanku adalah, ketika aku telah dapat kembali normal dan bahkan
jauh lebih baik dari dulu, kau telah pergi meninggalkanku dan aku tak bisa
menatap wajahmu lebih lama lagi.
Aku sadar,
bahwa sekeras-kerasnya aku berusaha, aku tetap harus yakin bahwa keajaiban
selalu mengunjungi orang-orang yang tak pernah lelah untuk berusaha mencapai
masa depan yang berkualitas. Kekurangan bukanlah suatu hal yang dapat
menghalangi diri untuk terus bersemangat tanpa adanya kata putus asa. Sebab,
dari kekurangan itu diperoleh kelebihan-kelebihan tak terlihat yang sebenarnya
tersimpan dari dalam diri seseorang.
“Aku harap, disana kau melihatku.. melihatku saat aku memberi
motivasi kepada orang-orang diluar sana.. Saat aku menghibur mereka semua
dengan symphoni indahku, dan saat aku membanggakan kedua orangtua ku dengan
pencapaian prestasiku.. Terimakasih, karena tak pernah lelah memberiku
dukungan, meskipun dirimu jauh lebih membutuhkan kekuatan untuk bertahan.. I
Love you, Raffa.. More than anything in this world”.
“Berusahalah..
Karena keberhasilan tak datang dengan sendirinya tanpa adanya kerja keras.. Dan
yakinlah, bahwa kekuranganmu bukanlah hal yang dapat menghalangi potensi pada
dirimu.. A miracle is another name of an effert..”
Ciyee yang biasanya buat novel sama fanfiction skrg buat cerpen :D ceritanya bagus, feelnya dpt, tp ga cocok ah kamu cocoknya buat ff/cerpen (y)
BalasHapusthanks qaqaaa kritikan nya :)) Iya besok-besok mau belajar bikin cerpen yang baik lah
Hapusnovel ka maksudku
BalasHapusceritanya sangat menyentuh
BalasHapusTerimakasih :)
Hapusdaebakk!!^^ Selain pinter main musik, bikin FF suju yg super duper wow, kaka jg jago bikin cerpen yah hehe.. Eh itu mesti kaka terinspirasi sama mv nya Jin - Gone yah? Abisnya itu bahasa koreanya lirik lagu Jin - Gone sih :) A nice story! :) request boleh dong ya? Add line ku yg baru ya kak
BalasHapus🖤🖤🖤 pindah lah ke wattpad
BalasHapus